Minggu, 16 Oktober 2016

 Pelatihan Kapasitas Masyarakat dan sosialisasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). 

Sejak awal tahun 2016 BKM Donomakmur Desa Donoharjo kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman vakum tidak ada kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Kevakuman tersebut akibat dari belum terealisasikan Program Pemerintah Pusat yang berkaitaan dengan BKM. Setelah Pemerintah menggulirkan Program Kota Tanpa Kumuh yang disingkat dengan KOTAKU, maka Pemerintah desa Donoharjo melalui BKM Donomakmur, pada hari Selasa, 20 September 2016 menyelenggarakan pelatihan Kapasitas Masyarakat dan sosialisasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Program tersebut merupakan kelanjutan dari Program Pemerintah Pusat Pengentasan Kemiskinan. 
Pelatihan diikuti oleh Pemerintah Desa sie Sosial Masyarakat, Kepala Dusun, BKM dan Relawan dengan jumlah undangan 50 peserta.
Dalam kesempatan tersebut koordinator BKM Donomakmur bapak Sunaryo menyampaikan bahwa Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama pada tahun 2016, dan beliau juga mengingatkan bahwa pada bulan Oktober 2016 akan diadakan pemilihan pengurus BKM masa bakti  2017 – 2021, masa bakti Pengurus BKM telah memasuki habis masa baktinya.
Bapak Kepala Desa Donoharjo Hadi Rintoko, ST. Dalam sambutanya menyatakan bahwa BKM adalah ujung tombak Pemerintah dan masyarakat dalam Program Pengentasan kemiskinan.
Sosialisasi Program KOTAKU di sampaikan oleh bapak Dwi Hery Yulianto dan bapak Udin Hermawan, ST. Kedua narasumber menyampaikan,
  •          Dasar hukum Program KOTAKU
  • .      Pengertian Kumuh
  • .      Kriteria Kumuh
  • .      Konsep Penangan Kumuh
  • .      Prinsip dasar Kotaku

6.      a. Tugas dan Fungsi Pemerintah
b. Tugas dan Fungsi BKM/LKM
c. Tugas dan Fungsi Tim
BKM Donomakmur dalam Program KOTAKU mempunyai visi MEWUJUDKAN DESA DONOHARJO YANG SEJAHTERA, MAKMUR MERATA, DINAMIS, AGAMIS, DAN BERBUDAYA.

Pelatihan ditutup pada jam 13.00 dengan tugas para Relawan dan kepala Dusun untuk menyusun program di daerah masing-masing.

Kamis, 15 Januari 2015

Swara Ngaglik Berbagi Ilmu Jurnalistik di Pesantren Pondok Pesantren Miftahul Jannah Kulon Progo dan Darul Qur’an Wal Irsyad Kepek Wonosari Gunung kidul

Swara Ngaglik Berbagi Ilmu Jurnalistik

di Pesantren  Pondok Pesantren Miftahul Jannah Kulon Progo 
dan
Darul Qur’an Wal Irsyad Kepek Wonosari Gunung kidul


Kantor Wilayah Kementrian Agama Republik Indonesa Daerah Istimewa Yogyakarta Up. Kepala bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, pada bulan April 2014 mempunyai program Orientasi junarlistik bagi santri pondok pesantren. Program tersebut dilaksanakan di wilayah kabupaten Kulon Progo pada tangggal 22 April 2014, dan kabupaten Gunung kidul pada tanggal 24 April 2014. Dengan narasumber Redaktur pelaksana Media Warga Swara Ngaglik Bapak Muhammad Maqshudi Usman. A.Md.



Program pengenalan junarlistik bagi santri bertujuan agar santri mengenal dunia junarlistik, dan lebih utama pada dunia tulis menulis,  mengingat santri merupakan aset kekayaan intelektual yang terpendam dan masih belum terbiasa bersentuhan dunia kepenulisan. Santri sudah terbiasa untuk mutholaah (mengkaji) pelajaran baik secara sendiri-sendiri maupun degan cara musyawarah (belajarbersama) di luar jam belajar secara resmi, tetapi masih sedikit antri yang berkiprah dalam dunia jurnalistik.
Jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pemberi informasi, pemberi hiburan, alat kontrol sosial, serta pendidik masyarakat. Mengingat begitu pentingnya peran jurnalistik dalam kehidupan masyarakat maka sudah selayaknya jika santri diharapkan ikut berperan aktif dalam dunia jurnalistik.
Pelaksanaan Orientasi jurnalistik bagi santri pondok pesantren di wilayah kabupaten Kulon Progro bertempat di Pondok Pesantren Miftahul Jannah, dusun Kleben, desa Kaliagung, kecamatan Sentolo, yang di sepuhi oleh bapak Drs. KH. Muthofa, undangan sebanyak 50 pesantren. Masing-masing pesantren mengirmkan satu wakilnya.
Dari daftar hadir ternyata hanya 43 pesantren yang hadir,  di tambah dengan 2 santri dari tuan rumah, jumlah peserta seluruhnya 45 orang.
Hadir dalam acara tersebut Bapak Drs. H. Rohwan Hanafi Kasi Pontren, mewakili Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kantor Wilayah Kementrian Agama DI Yogyakarta.  Acara dimulai pukul 13.45 dan diakhiri pada pukul 16.15 WIB.
Bapak Drs. KH. Muthofa tuan rumah yang juga sebagai sesepuh Forum Kumunikasi Pondok Pesantren kabupaten Kulon progro dalam sambutannya menyampaikan  bahwa santri sudah seharusnya memiliki ketrampilan dalam bidang tulis menulis dan lebih khusus pada dunia jurnalistik, beliau juga merencanakan setelah kegiatan orientasi, akan dilanjutkan pada program pelatihan penulisan dan program penerbitan media santri.
Drs. H. Rohwan Hanafi Kasi Pontren, “menulis merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan, ide, informasi, juga sebagai hiburan, santri hendaknya mulai membiasakan untuk menulis”.Sedangkan pelaksanaan Orientasi jurnalistik bagi santri pondok pesantren di wilayah kabupaten Gunung Kidul bertempat di Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad Kepek Wonosari Gunung kidul yang di asuh oleh bapak Drs. KH. Haris Masduki, peserta orientasi adalah santri pondok Darul Qur’an Wal Irsyad yang duduk di bangku MTs(SLP) 10 orang santri putra 5 orang, santri putri  putri 5.  Santri tingkat MA (SLA) sebanyak 20 orang, santri putra 10 orang,  santri putri 10 orang. Santri SMK sebanyak 20 orang, santri putra 10 orang dan santri putri 10 orang.  Jumlah total santri yang mengikuti orientasi jurnalistik sebanyak 50 orang, di tambah pendamping/pengurus pesantren 5 orang, jumlah total peserta 55 orang.  pukul 10.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.15 WIB.
Bapak Drs H. Ahmad Hamim Kasi pondok pesantren yang mewakili  , mewakili Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kantor Wilayah Kementrian Agama DI Yogyakarta menyampaikan pesan dalam sambutannya:”Belajar menulis dapat dilakukan dengan menulis kegiatan harian pada buku catatan harian, sebab dengan membiasakan menulis catatan harian kita akan menjadi mudah untuk mengingat-ingat peristiwa harian yang kita lihat dan kita kerjakan”.Bapak Muhammad Maqshudi Usman A.Md., selaku narasumber mengaku bahwa beliau adalah orang yang mempunyai sifat tidak bisa (ora isonan Jw), termasuk dalam bidang jurnalistik ini. Dan ternyata sifat tidak bisa yang di maksud adalah tidak bisa menolak permintaan,  juga tidak bisa menolak permintaan untuk melaksanakan tugas. Sebab dengan sifat tidak bisa itu akan tumbuh keinginan untuk belajar dan mencari tahu bagaimana cara kerja yang benar. Dalam paparannya beliau menyampaikan bahwa : “Pengertian jurnalistik adalah perencanaan, pencarian, penulisan, dan penyajian berita, itu semua  sebenarnya sudah tertulis dengan jelas  al-Qur’an  yaitu: Perencanaan dan pencarian berita diperintahkan di dalam surat al-A’laq wahyu pertama yang diterima oleh rasulullah SAW “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”, proses penulisan  ada dalam surat al-Qolam ayat pertama “Nun., demi kalam dan apa yang mereka tulis,” sedangkan perintah penyampaian berita ada ada dalam surat an-Nahl ayat 125, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.“


Bapak Muhammad Maqshudi juga mengutip pesan hadlorotussyaikh al-maghfurllah mbah KH. Mufid Mas’ud,  pendiri pondok pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta dalam tausiyahnya pada penerbitan perdana Majalah Suara Pandanaran “Dahulu banyak pondok pesantren yang besar dan berpengaruh namun sekarang tidak dilanjutkan lagi, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya penulisan sirah(sejarah /kebijakkan visi, misi) para pendirnya, sehingga generasi penerusnya tidak sejalan dengan visi dan misi peletak dasar pendirian pesantren tersebut”.Mengakhiri paparan bapak Maqshudi menyampaikan pesan bahwa Allah tidak menciptakan manusia orang yang bodoh, tetapi Allah menciptakan manusia dengan di bekali akal, sehingga manusia akan dapat melakukan apapun asal mau menggunakan akal dalam arti mau membaca, agar bacaan itu bisa lebih tertanam dalam maka hendaknya kita mau menulisnya.

Kamis, 06 Maret 2014

Donoharjo



 Kudha Lumping Antara Tradisi dan religi
Kesenian kuda lumping merupakan kesenian rakyat tradisional Jawa sebagai salah satu unsur kebudayaan peninggalan nenek moyang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dimana eksistensinya mengandung nilai-nilai keindahan/ estetika. Karena didalamnya terdapat berbagai macam unsur-unsur seni, diantaranya seni tari, seni musik, seni vokal dan sebagainya. Paguyuban seni kuda lumping “Kudho Manunggal” yang berada di dusun Donolayan desa Donoharjo kecamatan Ngaglik kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kelompok kesenian kuda lumping yang masih eksis hingga saat ini.
Kelompok kesenian kuda lumping Kudho Manunggal merupakan gabungan dari dua kelompok kuda lumping yang ada di dusun Donolayan, yaitu kelompok Bayu Manunggal dan kelompok Kudho Sembrani, atas kesepakatan warga sejak tanggal, 16 Juli 2010. Dalam pertemuan tersebut juga telah disepakati untuk mengadakan pentas tahunan, dengan penanggung jawab pelaksana tiap RT secara bergiliran.
Pada tahun ini pementasan Kudho Manunggal bertempat di RT II, jatuh pada hari Minggu, 19 Januari 2014, di halaman rumah ketua RT II, bapak Gunardi. Pemtasan dimulai dari jam 10.00 Wib sampai dengan jam 17.30. Yang terdiri dari lima babak.
Dalam setiap pementasannya paguyuban ini ternyata juga menyajikan nyanyian syair/lagu dalam bahasa Jawa bernafaskan Islam serta mengandung moral-moral keislaman apabila dilihat dari makna yang terkandung, selain itu terdapat juga unsur-unsur berupa alat musik gamelan Jawa dan bentuk tari-tarian yang indah dan mengandung makna-makna tersirat yang terwujud melalui simbol-simbol tertentu. Sehingga kesenian kuda lumping ini tidak hanya menyenangkan jika disaksikan, tetapi lebih dari itu yaitu menyangkut makna-makna religius yang terkandung didalamnya. Karena dalam Islam dijelaskan bahwa keindahan harus mengandung akhlak yang Islami. Dan perlu di garis bawahi bahwa dalam membicarakan keindahan pasti akan ditemukan seni. Sehingga akan menarik apabila dikaji tentang makna estetika Islam yang tekandung dalam salah satu kesenian tradisional masyarakat Jawa, yaitu kesenian kuda lumping.
Tidak diketahui secara pasti mengenai asal-usul permainan ini, karena telah disebut oleh banyak daerah sebagai kekayaan budayanya. Hal ini terjadi karena si pencetusnya tidak mematenkan permainan ini sehingga bisa dimainkan oleh siapapun.di Jawa Timur saja seni ini akrab dengan masyarakat dibeberapa daerah, sebut saja Malang, Nganjuk dan Tulungagung, disamping daerah-daerah lainnya. Jika dilihat dari model permainan ini, yang menggunakan kekuatan dan kedigdayaan, besar kemungkinan berasal dari daerah-daerah kerajaan di Jawa.
Panggung rakyat dan perlawanan terhadap penguasa
Pada masa kekuasaan pemerintahan Jawa dijalankan dibawah kerajaan, aspirasi dan ruang bergumul rakyat begitu dibatasi, karena perbedaan klas dan alasan kestabilan kerajaan. Meski dalam kondisi tertekan, rakyat tidaklah mungkin melakukan perlawanan secara langsung terhadap penguasa. Rakyat sadar bahwa untuk melakukan perlawan, tidak cukup hanya dengan bermodalkan cangkul dan parang, namun dibutuhkan kekuatan dan kedigdayaan serta logistic yang cukup. Menyadari hal itu, akhirnya luapan perlawanan yang berupa sindiran diwujudkan dalam bentuk kesenian, yaitu kuda lumping. Sebagai tontonan dengan mengusung nilai-nilai perlawanan, sebenarnya kuda lumping juga dimaksudkan untuk menyajikan tontonan yang murah untuk rakyat. Disebut sebagai tontonan yang murah meriah karena untuk memainkannya tidak perlu menghadirkan peralatan musik yang banyak sebagaimana karawitan. Diplih kuda, karena kuda adalah simbol kekuatan dan kekuasaan para elit bangsawan dan prajurit kerajaan ketika itu yang tidak dimiliki oleh rakyat jelata. Permainan Kuda Lumping dimainkan dengan tanpa mengikuti pakem seni tari yang sudah ada dan berkembang dilingkungan ningrat dan kerajaan. Dari gerakan tarian pemainnya tanpa menggunakan pakem yang sudah mapan sebelumnya menunjukkan bahwa seni ini hadir untuk memberikan perlawanan terhadap kemapanan kerajaan.
Selain sebagai media perlawanan seni Kuda Lumping juga dipakai oleh para ulama sebagai media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan suatu kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni kuda lumping,
Bukti bahwa kesenian ini adalah kesenian yang mempunyai sifat dakwah adalah dapat dilihat dari isi cerita yang ditunjukan oleh karakter para tokoh yang ada dalam tarian Kuda Lumping, tokoh-tokoh itu antara lain para prajurit berkuda, Barongan dan Celengan. Dalam kisahnya para tokoh tersebut masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang berbeda, simbul Kuda menggambarkan suatu sifat keperkasaan yang penuh semangat, pantang menyerah, berani dan selalu siap dalam kondisi serta keadaan apapun, simbul kuda disini dibuat dari anyaman bambu, anyaman bambu ini memiliki makna, dalam kehidupan manusia ada kalannya sedih, susah dan senang, seperti halnya dengan anyaman bambu kadang diselipkan keatas kadang diselipkan kebawah, kadang kekanan juga kekiri semua sudah ditakdirkan oleh yang kuasa, tinggal manusia mampu atau tidak menjalani takdir kehidupan yang telah digariskan Nya.
Barongan dengan raut muka yang menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh.
Celeng atau Babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa makanan itu milik atau hak siapa, yang penting ia kenyang dan merasa puas, seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti Celeng atau Babi hutan.
Sifat dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari kuda lumping merupakan pangilon atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para seniman kuda lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa di dunia ini ada sisi buruk dan sisi baik, tergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motifasi dalam hidup, bila sebaliknya berarti ia memlih semangat dua tokoh berikutnya yaitu Barongan dan Celeng atau babi hutan.
Banyak orang yang salah paham dalam memaknai seni Kuda lumping, mereka beranggapan bahwa para pelaku seni kuda lumping adalah pemuja roh hewan seperti roh kuda, anggapan itu adalah salah, simbul kuda disini hanya diambil semangatnya untuk memotifsi hidup, sama halnya dengan seporter sepak bola di Indonesia, di kota Malang misalnya, mereka menganggap bahwa dirinya adalah Singo Edan, seporter bola di Surabaya mereka menamakan dirinya Bajol Ijo, bahkan Negara Indonesia sendiri menggunakan sosok hewan sebagai lambang Negara yaitu seekor burung Garuda, yang kesemuanya itu adalah nama-nama hewan, jadi merupakan hal yang salah bila kesenian Kuda Lumping dianggap kelompok kesenian yang mendewakan hewan.
Sekelompok orang juga beranggapan bahwa kesenian Kuda Lumping dengan dengan kemusyrikan karena identik dengan kesurupan atau kalap, kemenyan, dupa dan bunga bungaan, anggapan bahwa kuda lumping dekat dengan kemusyrikan adalah tidak benar, justru para pelaku seni Kuda Lumping berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini ada dua macam alam kehidupan, ada alam kehidupan nyata dan alam kehidupan Gaib hal ini telah dijelaskan dalam Alqur`an surat Anas dan manusia wajib untuk mengimaninya. Fenomena kalap atau kesurupan bisa terjadi dimana saja dan dapat menimpa siapa saja, baik dikalangan arena Kuda Lumping maupun tempat-tempat formal seperti Sekolahan atau Pabrik, hal itu tergantung pada kondisi fisik dan Psikologis individu yang bersangkutan, sedangkan kemenyan, dupa dan bunga-bungaan tidak lebih dari sekedar wewangian yang tidak pernah dilarang dalam Islam bahkan dianjurkan penggunaanya.
Selain para tokoh yang telah disebutkan, dalam kesenian kuda lumping warna juga memiliki makna, warna yang dominan dalam kesenian ini ada tiga, warna merah, hitam dan putih, masing-masing warna tersbut secara filosois juga memiliki makna yang berbeda, warna merah melambangkan kebernian, kewibawaan dan semangat kepahlawanan, warna putih melambangkan kesucian, makna kesucian disini adalah kesucian pikiran dan hati yang akan direfleksikan dalam semua panca indera sehingga menghasilakan suatu tindak-tanduk yang selaras dan dapat dijadikan panutan, warna hitam adalah warna yang melambangkan alam kelanggengan, sehingga manusia bebas untuk menenyukan pilihan warna untuk bekal menuju ke alam baka untuk mempertanggung jawabkan kepada Dzat Yang Maha Kuasa.
Seni Kuda lumping merupakan jenis kesenian rakyat yang sederhana, dalam pementasanya tidak diperlukan suatu koreografi khusus serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya karawitan, gamelan untuk mengiringi seni kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari dua buah kenong, satu buah kendang, dua buah gong dan sebuah selompret, sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian semuanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu eling ingat pada sang pencipta.
Secara filosofis masing-masing alat musik yang digunakan dalam mengiringi tari kuda lumping juga memiliki makna yang berbeda, terompet meningatkan bahwa akhir zaman akan ditandai dengan ditiupnya terompet oleh malaikat Isrofil, maka sebelu ditiup terompet Malaikat Isrofil sebaiknya kita memperhatikan ajakan dari  kenong yang berbunyi ning enong, ning enong, mempunyai makna ning endi, ning endi ( dimana berada), kendang berbunyi ndang…ndang…tak…ndlab mempunyai makna yen wis titiwancine ndang-ndango mangkat ngadeb marang pengeran yang mempunyai arti kalau sudah waktunya cepat-cepat bangun menghadap tuhanmu, dalam melakukan ibadah jangan suka ditunda-tunda. Gong yang berbunyi Gong, Gong, Gong memiliki makna Agung, Agung, Agung (Allahu Akbar, Alllahu Akbar, Allahu Akbar). (pakne Any dari berbagai sumber)

Jumat, 27 September 2013

FK-BKM



FORUM KOMUNIKASI

BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT 

KECAMATAN NGAGLIK MENGAUM!!!!!

Peserta pelatihan Penulisan media warga 19 Sept 2013

Untuk mengatasi masalah kemiskinan pemerintah telah mengeluarkan salah satu program yaitu Pe-nanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan  membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dengan standar pengelolaan yang sudah ditetapkan, ditambah de-ngan kebijakan intern
Kepengurusan Forum Komunikasi Badan Ke-swadayaan Masyarakat (FK- BKM) Kecamatan Ngaglik  mencakup satu kecamatan Ngaglik yang terbagi dalam 6 desa, (Donoharjo, Minomar-tani, Sardonoharjo, Sariharjo, Sinduharjo, Sukoharjo) meliputi  87 dusun, 222 Rukun Warga (RW), dan 657 Rukun Tetangga (RT),  luas wilayah kurang lebih 3.852 Ha. Kecamatan Ngaglik memiliki penduduk tidak kurang dari 78.707 jiwa, dengan  23.967 Kepala keluarga. Selain itu terdapat kurang lebih 10 ribu penduduk musiman yang sebagian besar merupakan mahasiswa. Pertumbuhan penduduk 2,28% per tahun.
Secara topografi, wilayah kecamatan Ngaglik terletak di wilayah lereng terbawah bagian selatan Gunung Merapi, ketinggiannya 100-499 mdpl,  struktur wilayahnya miring dengan dataran lebih rendah di bagian selatan (http://id.wikipedia.org/wiki/Ngaglik%2C_Sleman)
.Dalam rangka pe-ningkatan kinerja BKM, melalui pencapaian sasaran dan tujuan, baik untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota mau punmeningkatkan kemam puan untuk memperoleh hasil yang baik, maka BKM sebagai organisasi perlu meningkatkan daya saingnya, agar dalam menjalankan fungsi dan tugas yang dilaksanakan selalu berpedoman pada efisiensi dan efektifitas kinerja. Cara terbaik untuk melaksanakan tugas dan fungsi berdasar kepada unsur-unsur efisiensi dan efektifitas kinerja adalah melalui pelaksanaansistem manajemen yang baik.
Salah satu fungsi manajemen yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas adalah pengen dalian, perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.
Mengingat bahwa di dalam organisasi BKM pengurus dan anggota adalah sebagai pemilik dan pengguna jasa, maka kinerja pengurus organisasi perlu ditingkatkan agar dapat melakukan pengendalian terhadap organisasi. Dengan meningkatnya kinerja pengurus, maka fungsi untuk menjalankan tugas dan fungsi semakin baik. Disadari bahwa dalam organisasi BKM mempunyai pengawas yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pelak sanaan kebijaksanaan dan pengelolaan organisasi. Namun pengendalian oleh anggota tidak bertentangan dengan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas, dan juga tidak tumpang tindih, karena merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung untuk mening katkan kinerja BKM.
Pengendalian yang paling sederhana yang dapat dilaksanakan oleh anggota terhadap kegiatan dan organisasi BKM adalah melalui pelaksanaan rapat anggota.Namun rapat anggota masih dirasakan kurang obyektif tanpa adanya peran serta dari warga masyarakat.

“Salah satu peran masyarakat dalam fungsi kontrol/pengawasan lang sung adalah melalui media informasi oleh, dari, untuk,   dan tentang masyarakat ” Paparan dari bapak Kuncoro selaku nara sumber pelatihan penyusunan Media Warga. al hari Kamis, 19 September 2013 bertempat di  Aula kalurahan Sardonoharjo.
 FK-BKM Kecamatan Ngaglik  menyelenggarakan Pelatihan peneribitan Media Warga dan sekaligus menyususun Team Redaktur dan Penanggung Jawabnya. Penganggung Jawab BK-BKM Kecamatan Ngaglik, dengan formasi Pemimpin Umum Bapak Sunaryo, Pemimpin Usaha Bapak Istiadji, Pemimpin Redaksi Bapak Muhammad Maq shudi, A.Md. sedangkan redaksi pelaksana bapak Tri Hardono, A.Md.
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa media Warga kecamatan Ngaglik yang di beri nama SWARA NGAGLIK akan terbit perdana pada bulan Oktober 2013, dengan jumlah oplah 2500 eksem plar. Dengan asumsi tiap- RW mendapatkan 3 ekemplar sisa nya untuk para donator.
Media Warga tersebut di beri nama  Swara Ngaglik.
Menindak lanjuti hasil keputusan pada pelatihan penyusunan media warga,  dewan Redaksi yang di motori oleh Bapak Sunaryo mengadakan Rapat Dewan Redaksi pada hari kamis tanggal 26 September 2013,m bertempat di Gondang lutung Donoharjo Ngaglik Sleman di kediaman beliau.
Muhammad Maqshudi, A.Md. sebagai Redaktur Pelaksana memaparkan Visi  dari Media Warga adalah dari warga, untuk warga, oleh warga dan tentang warga, sedangan misinya : 1)    ajang belajar menganalisa organisasi yang dibutuhkan warga untuk menanggulangi kemiskinan; 2)    ajang bela jar menganalisa menjadi wahana representasi (permainan peran) dari seluruh warga masyarakat, tidak dibatasi oleh golongan, ras, jenis kelamin, agama dan lain lain; 3)ajang belajar menganalisa kriteria pemimpin yang dibutuhkan dalam menjalankan organisasi (lembaga) 4)    ajang belajar meningkatkan kesadaran kritis warga terhadap kriteria pemimpin yang akan dipilih dan menjadi motor penggerak dalam BKM/LKM dan pembangunan masyarakat kelurahan. 5)ajang belajar mengkaji apakah lembaga-lembagamasyarakat yang ada saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 6)ajang belajar untuk mengenali berbagai tujuan-tujuan organisasi yang ada di sekitarnya secara mendalam sebelum mengambil keputusan membentuk BKM/LKM.
Biaya operasional di ambilkan dari dana media BKM

dan donator yang tidak mengikat    (Sept. 2013 Bapake Any)


Sabtu, 21 September 2013

Donoharjo



SUSUNAN TEAM REDAKTUR

Pelindung

Camat Kecamatan Ngaglik

Dan Polsek Kecamatan Ngaglik

Dan Ramil Kecamatan Ngaglik

Penasehat

Kepala Desa Donoharjo,

Kepala Desa Minomartani

Kepala Desa Sardonoharjoi

Kepala Desa Sariharjo

Kepala Desa Sinduharjo,

Kepala DesaSukoharjo

Pemimpin Umum

Sunaryo

Pemimpin Usaha

Istiadji

Pemimpin Redaksi

Muhammad Maqshudi, A.Md.

Redaktur

Sri Hardono

Adminstrasi Keuangan

Ida

Setyo Mulyadi

Usaha – Dana 

Efendi

Bagian Cetak

Ipun Basuki

Iklan

Gundari

Galih

Suparno

Partono

Suparno

Editor

Slamet Widodo

Lay out

Astadi

Indra